Sultana Royal – Pemberian air susu ibu (ASI) merupakan kebutuhan vital bagi bayi dalam tahap awal kehidupannya. Dalam Islam, menyusui bukan hanya sekadar tindakan biologis, tetapi juga memiliki dampak hukum, terutama dalam kaitannya dengan hubungan mahram dan aspek akhlak. Salah satu pertanyaan yang kerap muncul adalah apakah bayi Muslim boleh disusui oleh perempuan non-Muslim? Artikel ini akan membahas berbagai pandangan ulama mengenai hal tersebut serta implikasi hukumnya dalam ajaran Islam.
Dalam Islam, menyusui menciptakan hubungan mahram antara bayi yang disusui dengan ibu susu serta anak-anaknya. Hal ini berdasarkan hadis Nabi Muhammad ﷺ yang menyatakan bahwa hubungan mahram berlaku bagi bayi yang disusui oleh seorang perempuan sebanyak lima kali atau lebih.
Sebagian ulama, seperti Imam Ahmad bin Hanbal, menyatakan bahwa menyusui dari perempuan non-Muslim hukumnya makruh (tidak disukai), tetapi tetap sah. Mereka berpendapat bahwa sifat dan akhlak seorang ibu susu dapat mempengaruhi bayi yang disusui. Sebagaimana dikatakan oleh Umar bin Khattab bahwa “susu itu dapat mempengaruhi.” Oleh karena itu, disarankan agar bayi Muslim disusui oleh perempuan Muslimah agar tetap mendapatkan pengaruh yang baik dalam hal akidah dan akhlak.
Namun, sebagian ulama lain, seperti dalam mazhab Hanafi dan Maliki, berpendapat bahwa tidak ada larangan yang eksplisit dalam Islam mengenai bayi Muslim yang disusui oleh perempuan non-Muslim. Mereka menekankan bahwa selama tidak ada ancaman terhadap keyakinan dan perkembangan akhlak bayi. Praktik ini dapat diterima, terutama dalam keadaan darurat atau keterbatasan pilihan.
“Baca Juga: Kristen di Abad Pertama: Sejarah Lahirnya Agama Kristen”
Menyusui bukan hanya sekadar pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi bayi, tetapi juga menciptakan kemahraman. Artinya, bayi yang disusui oleh seorang perempuan menjadi anak susuan yang haram menikah dengan anak kandung perempuan tersebut maupun dengan ibu susunya sendiri. Ketentuan ini tetap berlaku meskipun ibu susu tersebut bukan seorang Muslimah.
Dalam konteks modern, beberapa kasus donor ASI dari perempuan non-Muslim juga menimbulkan pertanyaan seputar implikasi kemahraman. Oleh karena itu, ulama menyarankan agar identitas ibu susu dan bayi yang menerima ASI dicatat dengan baik untuk menghindari pernikahan yang tidak sah di masa depan.
Selain aspek hukum, Islam juga menekankan pentingnya mempertimbangkan pengaruh lingkungan terhadap perkembangan anak. Bayi yang disusui oleh perempuan non-Muslim berpotensi tumbuh dalam lingkungan dengan nilai-nilai yang berbeda dari ajaran Islam. Hal ini menjadi kekhawatiran bagi sebagian ulama yang berpendapat bahwa pola asuh ibu susu dapat memengaruhi perkembangan spiritual dan karakter anak dalam jangka panjang.
Namun, dalam keadaan darurat atau ketika tidak ada pilihan lain, menyusui dari perempuan non-Muslim bisa menjadi solusi yang dibolehkan. Misalnya, dalam kondisi medis di mana ibu kandung tidak dapat menyusui, atau di daerah yang sulit menemukan ibu susu Muslimah.
“Baca Juga: Cara Menjaga Kesehatan Rambut dan Kulit Kepala Saat Memakai Hijab Seharian”
Dengan berkembangnya bank ASI di berbagai negara, termasuk negara-negara Muslim. Muncul pertanyaan mengenai hukum Islam terkait penggunaan ASI dari perempuan yang tidak diketahui agamanya. Para ulama sepakat bahwa bank ASI boleh dimanfaatkan. Tetapi dengan catatan bahwa harus ada pencatatan donor dan penerima ASI untuk menghindari hubungan mahram yang tidak disadari.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan berbagai lembaga fatwa lainnya telah membahas masalah ini dan merekomendasikan pencatatan ketat agar bayi yang menerima ASI dari bank ASI tidak menikahi saudara susuan mereka di kemudian hari. Selain itu, jika memungkinkan, lebih baik bayi Muslim mendapatkan ASI dari ibu Muslimah.
Dalam dunia modern, donor ASI dan bank ASI menjadi solusi bagi ibu yang mengalami kesulitan menyusui. Namun, perhatian terhadap hukum kemahraman tetap menjadi hal yang perlu diperhatikan dalam praktik ini. Oleh karena itu, penting bagi orang tua Muslim untuk memahami implikasi hukum dan etika Islam dalam memilih sumber ASI bagi bayi mereka.