Sultan Royal – Siti Musdah Mulia tidak dapat mengingat kapan pertama kali ia mulai mengenakan hijab. Sebagai seorang aktivis perempuan dan peneliti dalam studi Islam, ia merasa sudah menjadi tugasnya untuk menutup kepala saat berada di depan umum. Namun, ia mempertanyakan alasan banyak perempuan Indonesia lainnya juga mengenakan hijab, padahal menurutnya hal tersebut tidak bersifat wajib.
Menurut Musdah, hijab kini telah menjadi sebuah komoditas dan alat untuk mempolitisasi agama. Ia menilai banyak perempuan di Indonesia mengenakan hijab tanpa benar-benar memahami ajaran agama. Ia kerap menanyakan alasan mereka mengenakannya, karena menurutnya hal itu tidak selalu berlandaskan pemahaman yang mendalam.
Tidak ada data resmi mengenai jumlah perempuan Indonesia yang memakai hijab. Namun, sejak jatuhnya pemerintahan Soeharto pada tahun 1998, semakin banyak perempuan mulai menutup aurat mereka. Demokrasi yang berkembang memungkinkan kelompok Islam memiliki pengaruh lebih besar dalam masyarakat.
Alissa Wahid, putri dari almarhum Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, mulai mengenakan kerudung dalam beberapa tahun terakhir. Ia ingin memberikan contoh bagaimana hijab seharusnya digunakan sesuai dengan tradisi di Indonesia. Menurutnya, hijab bukanlah sebuah kewajiban yang harus dikenakan dengan cara tertentu. Sebagai perempuan Indonesia, ia menganggap cara masyarakat mengenakan hijab adalah perpaduan antara agama dan budaya lokal.
Baca Juga : Deislamisasi Identitas Wanita Muslimah Indonesia di Era Society 5.0
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Pusat Riset Alvara di Jakarta pada tahun 2015 menunjukkan bahwa 79,4 persen perempuan yang disurvei memilih mengenakan hijab reguler. Sementara itu, 13,5 persen memilih hijab syar’i, yang lebih panjang dan menutupi hingga bagian dada serta pinggul.
Cynthia Mahendra, seorang perancang busana, mulai mengenakan hijab syar’i atas dorongan suaminya. Kesulitan menemukan hijab syar’i yang sesuai dengan keinginannya membuatnya mulai merancang sendiri. Menurut Cynthia, ajaran Islam memberikan pedoman berpakaian yang tidak membentuk tubuh perempuan dan harus longgar. Oleh karena itu, ia menciptakan desain hijab yang longgar dari kepala hingga kaki.
Kini, Cynthia mampu menjual hingga 3.000 hijab syar’i setiap bulan. Ia merasa bahwa semakin banyak perempuan mulai memahami ajaran Islam dan beralih dari hijab kasual ke hijab syar’i. Dahulu, banyak perempuan yang enggan mengenakan pakaian syar’i, tetapi kini sudah diterima secara luas di masyarakat.
Dalam penelitian yang sama oleh Pusat Riset Alvara, ditemukan bahwa kurang dari 2 persen perempuan Indonesia memilih mengenakan niqab atau burqa. Niqab menutupi hampir seluruh wajah, sementara burqa menutupi tubuh secara keseluruhan, termasuk wajah dan mata.
Alissa Wahid tidak keberatan jika ada perempuan yang ingin mengenakan burqa, asalkan mereka tidak dipaksa. Namun, ia memahami kebijakan beberapa negara seperti Prancis yang melarang pemakaian burqa dengan alasan keamanan dan potensi konflik sosial.
Siti Musdah Mulia juga tidak mempermasalahkan larangan burqa. Sebagai seorang dosen di Universitas Islam, ia merasa perlu memastikan keamanan di lingkungan akademik. Ia menegaskan bahwa mahasiswa di kelasnya harus menyingkap wajah saat memasuki ruangan agar ia dapat mengenali mereka. Setelah berada di dalam kelas, mereka bebas mengenakan pakaian yang mereka inginkan.
Sejak demokrasi berkembang di Indonesia, semakin banyak perempuan Muslim yang mengenakan hijab. Hal ini menunjukkan bahwa faktor sosial dan budaya turut mempengaruhi pilihan mereka dalam berpakaian.
Sementara itu, Cynthia Mahendra berharap semua perempuan Muslim dapat mengenakan niqab atau menutupi wajah mereka sepenuhnya. Menurutnya, memakai niqab adalah bentuk kesempurnaan dalam beragama. Ia berpendapat bahwa perempuan yang mengenakan niqab telah melalui ujian iman dan tidak lagi merasa perlu menunjukkan wajah mereka kepada publik. Mereka meyakini bahwa dengan menutup wajah, mereka telah mengurangi keinginan duniawi dan lebih fokus pada kehidupan setelah kematian.
Simak Juga : Kontroversi Konfirmasi Robert F. Kennedy Jr. sebagai Pejabat Kesehatan AS