Sultan Royal – Di tengah keberagaman agama di dunia, ada sebuah fenomena agama menarik yang sering kali menimbulkan kebingungan, yakni kemiripan penampilan antara penganut beberapa agama dengan umat Islam. Ciri-ciri seperti penggunaan hijab, sorban, hingga cara beribadah yang tampak serupa membuat sebagian orang mengira mereka adalah muslim, padahal kenyataannya berbeda. Hal ini menunjukkan pentingnya pemahaman yang lebih mendalam tentang agama lain agar tidak mudah keliru dalam menilai seseorang dari luarnya saja.
Mandaisme menjadi salah satu contoh agama yang memiliki penampilan luar serupa dengan Islam. Agama ini mungkin kurang dikenal oleh masyarakat luas, tetapi sudah lama ada dan hingga kini masih dipeluk oleh sebagian komunitas di Irak dan Iran. Mandaisme merupakan agama gnostik monoteistik yang memiliki ajaran berbeda dari Islam, meskipun beberapa tokoh yang mereka hormati juga dikenal dalam tradisi Islam. Nama-nama seperti Adam, Nuh, hingga Yohanes Pembaptis sangat dihormati oleh penganut Mandaisme. Bahkan, Yohanes dianggap sebagai tokoh sentral dan guru spiritual utama mereka.
Ritual dalam Mandaisme pun mengandung elemen yang sekilas tampak serupa dengan Islam. Salah satunya adalah prosesi bernama Maskuta, yaitu pembaptisan dengan air yang dilakukan setiap minggu. Air dianggap unsur paling suci dalam kepercayaan mereka, dan semua ritual keagamaan berpusat pada penggunaan air. Selain itu, ada juga kegiatan keagamaan lain yang disebut Meseta, di mana para penganut berkumpul, membaca kitab suci, dan menjalankan prosesi spiritual bersama. Penampilan para penganut Mandaisme yang memakai pakaian longgar dan penutup kepala sering kali membuat mereka dikira sebagai muslim oleh orang awam.
Selain Mandaisme, agama lain yang juga memiliki penampilan serupa dengan Islam adalah Sikhisme. Agama ini berasal dari wilayah Punjab, India, dan didirikan oleh Guru Nanak pada abad ke-15. Sikhisme merupakan agama monoteistik yang menekankan keadilan, pengabdian, dan kesetaraan. Pria Sikh biasanya memakai sorban dan memelihara janggut sebagai bagian dari identitas religius mereka. Wanita Sikh juga kerap menggunakan kain penutup kepala. Meskipun secara visual mirip dengan umat Islam, ajaran Sikhisme berbeda secara mendasar. Mereka percaya kepada satu Tuhan yang disebut “Wahai Guru” dan tidak mengenal konsep kenabian seperti dalam Islam.
Baca Juga : Celine Evangelista Kini Berhijab, Memohon Doa Agar Istiqamah
Penampilan para pria Sikh sering menimbulkan kesalahpahaman di kalangan masyarakat yang belum mengenal ajaran ini. Padahal, sorban dalam tradisi Sikh bukan hanya simbol budaya, melainkan lambang komitmen religius yang tinggi kepada Tuhan mereka. Perbedaan inilah yang seharusnya dipahami agar tidak menyamakan semua bentuk penampilan keagamaan.
Kristen Ortodoks juga menjadi salah satu agama yang kerap dikira sebagai Islam oleh masyarakat umum, terutama karena cara beribadah dan tata cara berpakaian yang mirip. Dalam tradisi Ortodoks, para wanita biasanya mengenakan kerudung saat mengikuti ibadah mingguan, terutama saat Liturgi Ilahi. Gerakan tubuh selama doa, seperti mengangkat tangan dan berlutut, kadang terlihat serupa dengan gerakan dalam salat umat Islam. Namun, Kristen Ortodoks tetap berpegang pada konsep Tritunggal, yakni Bapa, Putra, dan Roh Kudus, yang jelas berbeda dengan prinsip tauhid dalam Islam.
Kesamaan penampilan ini tidak hanya membingungkan di Indonesia, tetapi juga di berbagai negara lain. Banyak orang yang mengira seseorang beragama Islam hanya karena mereka mengenakan hijab, sorban, atau janggut. Padahal, simbol-simbol tersebut bisa memiliki makna yang sangat berbeda dalam konteks agama masing-masing. Oleh karena itu, penting untuk mengedepankan sikap toleransi dan rasa ingin tahu yang sehat dalam memahami perbedaan agama.
Sebagai masyarakat yang hidup dalam keberagaman, kita harus menyadari bahwa penampilan luar bukanlah satu-satunya tolok ukur keimanan seseorang. Belajar mengenali ajaran agama lain akan membuka cakrawala dan mendorong terciptanya kehidupan yang harmonis. Toleransi tidak berarti menyamakan semua agama, tetapi menghormati keberadaan dan keyakinan orang lain tanpa prasangka.
Pemahaman terhadap simbol dan tradisi agama lain juga penting untuk menghindari kesalahpahaman. Edukasi lintas agama menjadi langkah penting dalam menciptakan masyarakat yang inklusif dan damai. Dalam konteks sosial, semakin kita mengenal orang lain, semakin mudah pula kita membangun jembatan persaudaraan antarumat beragama.
Dengan semangat saling menghormati, mari kita perkuat rasa persatuan dan menjauhkan diri dari penilaian berdasarkan penampilan semata. Keberagaman seharusnya menjadi kekuatan untuk bersatu, bukan alasan untuk saling mencurigai.
Simak Juga : Met Gala 2025: Jennie BLACKPINK Masuk jajaran Seleb dengan Fashion Terbaik