Sultan Royal – Jilbab merupakan bagian dari syariat Islam yang ditujukan khusus bagi perempuan. Kewajiban ini tidak sekadar menjadi simbol keislaman, tetapi juga wujud ketaatan terhadap perintah Allah dan bentuk penghormatan terhadap ajaran agama. Mengenakan jilbab adalah bagian dari cara menjaga kehormatan diri dan melindungi dari pandangan yang tidak diinginkan.
Dalam Islam, setiap Muslimah yang sudah baligh diwajibkan untuk menutup aurat. Hal ini mencakup penggunaan hijab atau jilbab yang sesuai dengan ketentuan syariat. Namun, penting untuk dipahami bahwa kewajiban ini tidak serta-merta muncul tanpa proses. Anak perempuan perlu dikenalkan sejak dini mengenai pentingnya menutup aurat, termasuk alasan mengapa hal tersebut menjadi bagian dari ibadah.
Pendidikan tentang hijab sebaiknya dimulai sejak usia kanak-kanak. Anak perlu diperkenalkan dengan konsep aurat, fungsi jilbab, serta nilai-nilai yang mendasari kewajiban tersebut. Proses ini bukanlah suatu paksaan, melainkan upaya pembiasaan agar ketika mereka tumbuh dan mencapai usia baligh, mereka dapat menjalankannya dengan penuh kesadaran dan keikhlasan.
Islam tidak menetapkan usia tertentu bagi anak perempuan untuk mulai berjilbab secara wajib. Kewajiban menutup aurat baru berlaku setelah seorang anak mencapai usia baligh dan berakal sehat. Dalam hukum Islam, seseorang dianggap baligh apabila telah mengalami salah satu dari tiga tanda utama, yaitu mimpi basah, keluarnya darah haid (bagi perempuan), atau mencapai usia lima belas tahun menurut kalender hijriyah.
Baca Juga : Syar’i Larissa Chou: Gaya Busana Tetap Modis dan Istiqamah Berjilbab
Ketika seorang anak perempuan belum baligh, ia belum dibebani kewajiban untuk mengenakan jilbab. Meskipun demikian, orang tua sangat dianjurkan untuk mulai mengenalkan dan membiasakan anak perempuan mereka mengenakan pakaian yang menutup aurat sejak dini. Pendidikan ini bukan dalam bentuk paksaan, melainkan proses bertahap agar anak merasa nyaman dan terbiasa dengan busana syar’i.
Para ulama juga memberikan panduan mengenai waktu yang baik untuk memulai pembiasaan ini. Dalam kitab Rawa’iul Bayaan karya Syekh Muhammad Ali As-Shabuni, dijelaskan bahwa sebaiknya anak perempuan dibiasakan untuk mengenakan jilbab sejak usia sepuluh tahun. Hal ini bukan karena sudah wajib, melainkan sebagai langkah pendidikan yang serupa dengan ajaran Nabi Muhammad SAW dalam hal shalat.
Sebagaimana sabda Nabi, anak-anak diperintahkan untuk mulai mengerjakan shalat saat berusia tujuh tahun, dan boleh ditegur dengan lebih tegas jika belum melaksanakannya di usia sepuluh tahun. Hal ini mengisyaratkan pentingnya masa pembiasaan sebelum kewajiban itu benar-benar berlaku. Konsep yang sama dapat diterapkan dalam pendidikan berhijab bagi anak perempuan.
Memulai pembiasaan sejak usia sepuluh tahun akan membantu anak memahami makna dari berhijab secara bertahap. Mereka akan belajar bahwa berjilbab bukan sekadar aturan, melainkan bagian dari identitas dan ibadah. Jika dilakukan dengan pendekatan yang lembut dan penuh kasih sayang, anak akan tumbuh dengan pemahaman yang kuat dan tidak merasa terbebani.
Orang tua memiliki peran penting dalam proses ini. Tidak hanya dengan memberikan contoh berpakaian yang baik, tetapi juga melalui penjelasan yang mudah dimengerti sesuai usia anak. Lingkungan keluarga yang mendukung akan sangat berpengaruh dalam membentuk kesadaran spiritual anak sejak dini.
Dengan demikian, meskipun kewajiban berhijab baru berlaku setelah anak perempuan mencapai usia baligh, proses pendidikan dan pembiasaan sebaiknya dimulai jauh sebelum itu. Usia sepuluh tahun menjadi waktu yang tepat untuk mulai memperkenalkan jilbab secara lebih serius, dengan tetap mempertimbangkan kesiapan dan pemahaman anak. Semoga setiap langkah dalam mendidik anak menuju kebaikan senantiasa diberkahi oleh Allah SWT. Wa Allahu a’lam bis shawab.
Simak Juga : Debat Kewenangan Hakim Federal