Dalam beberapa bulan terakhir, isu hijab dan perempuan Muslimah menjadi pusat perhatian dunia. Perdebatan seputar kebebasan beragama, hak asasi manusia, dan identitas budaya semakin mengemuka, terutama dengan berbagai kebijakan dan peristiwa yang melibatkan hijab di berbagai negara.
Di Prancis, pemerintah menetapkan larangan bagi atlet perempuan mengenakan hijab dalam kompetisi olahraga, termasuk Olimpiade Paris 2024. Kebijakan ini menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk aktivis hak asasi manusia yang menganggapnya sebagai bentuk diskriminasi terhadap perempuan Muslim. Mereka berpendapat bahwa kebijakan tersebut membatasi kebebasan individu dalam mengekspresikan keyakinan agama.
Di Tajikistan, pemerintah memperkuat pembatasan terhadap penggunaan hijab dengan mengesahkan undang-undang yang melarang pakaian “asing.” Kebijakan ini, yang secara tidak langsung menargetkan pakaian Islami, telah menimbulkan kekhawatiran terkait pelanggaran kebebasan beragama dan hak individu di negara tersebut.
Kontroversi serupa juga terjadi di India, terutama di negara bagian Karnataka. Beberapa institusi pendidikan melarang siswi Muslim mengenakan hijab, memicu protes dan perdebatan nasional. Pengadilan Tinggi Karnataka memutuskan bahwa hijab bukanlah praktik agama esensial dalam Islam, sehingga institusi berhak menetapkan aturan seragam tanpa hijab. Keputusan ini menuai respons beragam, dengan sebagian pihak mendukung atas dasar sekularisme, sementara yang lain mengkritiknya sebagai pelanggaran kebebasan beragama.
Di sisi lain, negara-negara mayoritas Muslim juga memiliki kebijakan yang beragam terkait hijab. Di Iran, pemerintah menggunakan teknologi pengenalan wajah untuk menegakkan hukum hijab, yang memunculkan kekhawatiran tentang privasi dan kebebasan individu. Sementara itu, Turki telah mencabut larangan hijab di universitas, memungkinkan perempuan Muslim mengenakan hijab di institusi pendidikan tinggi.
Isu hijab tidak hanya berpusat pada kebijakan pemerintah, tetapi juga memicu diskusi terkait feminisme Islam. Sebagian feminis Muslim memandang hijab sebagai simbol kebebasan dan identitas, sementara yang lain melihatnya sebagai alat penindasan. Perbedaan pandangan ini menunjukkan kompleksitas isu hijab dalam konteks budaya, agama, dan politik.
Secara keseluruhan, hijab tetap menjadi topik global yang relevan dan kompleks. Perdebatan terkait kebebasan beragama, hak asasi manusia, dan identitas budaya terus berkembang seiring perubahan kebijakan dan dinamika sosial di seluruh dunia. Isu ini mencerminkan tantangan sekaligus peluang untuk memperjuangkan keadilan dan inklusivitas dalam masyarakat modern.